Kamis, 31 Januari 2008

ada di sana

secercah cahaya menerobos pucuk pinus
kemerlapnya menyebarkan pelangi di ruang jiwa
nurani memekarkan senyum berbingkai tawa
antara tulus dan tidak ia coba dirangkai

tak sudi kupu kupu berbagi warna
karena melati tak seindah dulu
hanya pelataran luka berselubung dusta
yang mampu tertangkap ujung mata

mengapa takdir seolah menghujat kita?
padahal tlah kita biarkan ia berjalan
kita ajarkan ia menyusuri bebatuan
hingga akhirnya hilang dikegelapan

sungguh! asa dan kenyataan jarang bergandeng tangan...........

pada tanyaku

sunyi seperti apa t'lah antarkan tidurku?
meninabobokan dengan sayap syurgawi
mengapa akhirnya tercecer serat penyesalan?
padahal angin t'lah meninggalkanmu
bersuaralah..................
menyerulah dalam muara tanyaku
sebab tak mampu lagi kugambar denga jari tangan wajahmu
pada akhirnya kesedihan akan membalutnya................
tetap saja pancang pada dermaga tak bergeming
menantang...................
dan pada tiang terendah, tertadah tangan memohon tanya............
apakah ini hukuman, Ya Robb?..................................................

dengar tanyaku

apa yang merampas senyum dari lekuk bibirmu?
sehingga hanya sinis yang mampu terukir dari sana?
ataukah para malaikat tlah merampas perbendaharaan kata katamu
hingga hanya bisu yang kau tawarkan dalam diam

senja tlah begitu jauh meninggalkan kita
dan kini malam merambat menjadi kelambu kelabu
tak ada lagi senandung yang memujiku
karena Sang Pemuji tak sudi bersuara

lalu dalam bimbang kubentangkan tanya
pada mega dan bintang yang terdampar di cakrawala
apakah sekelip mata rasa itu berubah benci
atau memang hati jarang jujur pada luka?

perih yang tercipta dari hukuman ini
meski aku tak pernah bisa untuk menghujatmu
andai perasaan ini adalah suatu kesalahan
maka aku ingin malam melumatnya dalam kelam

bicara hati

aku selalu ingin menyimpan luka ini
memendamnya dalam kendi lalu kusembunyikan dalam lumpur
biar kuhias dengan senyuman tawar
dan biarkan bayang senja tertegun mengejekku

aku tak pernah bisa mengatakan apa yang kurasa
pun tak tahu apa yang sesungguhnya ada di hatiku
karena menatapmu, melihat senyummu, membuat aku ingin menggenggam dunia

aku tak ingin berharap apapun darimu
biarkan saja asa yang ada mengalir dari gunung
lalu berhenti pada muara penantian yang tak sempurna

aku akan melihat dari ujung dermaga
dan melepas asa ini dalam airmata
akan kubiarkan hujan membunuh huruf huruf yang terluka
dan izinkan hatiku untuk membalut perihnya

dan pada akhirnya aku akan menaiki rakit bidadari
bersamanya kudekap sesak yang menghimpit di ujung kalbu
karena walau hanya sedikit yang ku mau
ku ingin lepas dari bayangmu...............

di sudut duka

aku berpijak pada pecahan kaca...........
mematung, memandang lukisan di sudut duka
ada yang terasa mengalir di antara perih lukaku
membuat aku gemetar dalam hangat senja

risalah tak berpihak padaku
pun tak sudi sekedar memayungiku dari gerimis petang ini
titis titis air menghunjamku, menenggelamkan dalam pusaran waktu

aku berpaling pada melati di sudut taman
bergoyang seirama angin yang berhembus pelan
tetap tenang, meski kelopaknya gugur satu persatu
membuatku tersedu

ini pilihan yang tak selalu indah
saat harus bertarung pada nurani dan kenyataan
duka siapa di sudut itu?
mungkin hanya ilalang yang tahu.............