sunyi menikam jejak jejak kenangan yang terukir pada pasir pantai. dan air asin membasuh perihnya, membalut dengan sutera ombak yang akhirnya hilang tertelan lembayung. camar tak lagi ingin bersenandung tentang kisah yang nun jauh dari mimpinya.
dan swargaloka tak pernah mengundangmu menghadiri jamuan makan malam melalui bait bait pesan yang tertulis pada potongan lontar
dan akhirnya keruh tetap jadi sahabat yang akan mendekapmu saat airmata tak mampu hapuskan dahaga luka yang bergantung di wajahmu
lalu kuhadiahkan sepotong kata tuk menghiburmu, " tersenyumlah " !
Selasa, 26 Februari 2008
Kamis, 14 Februari 2008
14 Februari
bunga mulai mekar menata pagi.dari tangkai ia jatuh di tangan insan yang mengatasnamakan cinta. pada kalbu yang berikrar dalam senandung kasih sayang. pada sepotong coklat dan boneka hati yang membisu
lalu bertasbihlah alam meniup kelopak demi kelopak yang berguguran. senyum yang terenggut kepalsuan. dusta terkutuk dalam kehinaan.
lalu camar kecil nun jauh di sana membingkai tanya. apa arti 14 Februari ?
lalu bertasbihlah alam meniup kelopak demi kelopak yang berguguran. senyum yang terenggut kepalsuan. dusta terkutuk dalam kehinaan.
lalu camar kecil nun jauh di sana membingkai tanya. apa arti 14 Februari ?
Jumat, 01 Februari 2008
misteri malam
pintu yang tak pernah mau terbuka. membisu dalam kabut dan gesekan dedaunan. malam yang terus membatu tak sudi menyapa ataupun sekadar mengirimkan senyuman. berdirilah ia dengan angkuh menantang keluasan samudera kehidupan yang tak terfikirkan.
apa yang akhirnya membuat hatimu tergerak melukis badadari di sudut pintu itu? padahal kegelapan tlah membalut kediamannya. tetes tetes hujan akan membasahi kanvasmu. dan cat cat itu akan bergabung bersama air hingga takkan mampu kau abadikan wajahnya di sana.
mengapa diam?
apa yang akhirnya membuat hatimu tergerak melukis badadari di sudut pintu itu? padahal kegelapan tlah membalut kediamannya. tetes tetes hujan akan membasahi kanvasmu. dan cat cat itu akan bergabung bersama air hingga takkan mampu kau abadikan wajahnya di sana.
mengapa diam?
pada malam
dedaunan mengalun lembut dalam irama kegelapan. ia tersenyum menyambut sapaan sang gerimis. ada alunan gitar dan petikan kecapi antara syair-syair dan puisi. pun ada hati yang meratap rindu dan menyulam tangis dalam peraduan malam. semua berpacu pada keganasan sang waktu yang kadang tak memihak. tak melihat apa yang terukir di sudut kalbu. perihkah? atau sakitkah?
dan aku melihat lentera pada panggung pertunjukan. sepi. tak bergeming. lalu kudengar merdu suling dalam kelam yang mulai menyayat. aku bertanya dalam nurani yang paling jujur, "apa ini hukuman atas semua kesalahanku, Tuhan?"
pada akhirnya gerbang kebesaran Sang Khalik itu menjawab tanyaku. dan aku tersenyum dalam kekuatan yang tersisa. satu satunya senyum yang masih bisa diukirkan bibirku....................
dan aku melihat lentera pada panggung pertunjukan. sepi. tak bergeming. lalu kudengar merdu suling dalam kelam yang mulai menyayat. aku bertanya dalam nurani yang paling jujur, "apa ini hukuman atas semua kesalahanku, Tuhan?"
pada akhirnya gerbang kebesaran Sang Khalik itu menjawab tanyaku. dan aku tersenyum dalam kekuatan yang tersisa. satu satunya senyum yang masih bisa diukirkan bibirku....................
kau, aku dan dirinya
mega menghantarkan gelisah pada Februari
merobek kenangan yang terdampar di selokan
air yang keruh membutuhkan pemahaman yang pasti
ini adalah tentang kau, aku dan dirinya
sukar pisahkan senyum tulus dan ejekanmu
seperti tak mampu akar akar ilalang menutup bara
pun tak mudah mengartikan tawanya
tawa yang terbentuk dalam pelangi airmata
lalu apa yang bisa sampaikan salamku pada keluasan jagad
apakah senyummu ataukah tawanya?
tak mampu aku menafsirkan apa yang tersurat
karena mimpi terlanjur lenyap.....................
merobek kenangan yang terdampar di selokan
air yang keruh membutuhkan pemahaman yang pasti
ini adalah tentang kau, aku dan dirinya
sukar pisahkan senyum tulus dan ejekanmu
seperti tak mampu akar akar ilalang menutup bara
pun tak mudah mengartikan tawanya
tawa yang terbentuk dalam pelangi airmata
lalu apa yang bisa sampaikan salamku pada keluasan jagad
apakah senyummu ataukah tawanya?
tak mampu aku menafsirkan apa yang tersurat
karena mimpi terlanjur lenyap.....................
Kamis, 31 Januari 2008
ada di sana
secercah cahaya menerobos pucuk pinus
kemerlapnya menyebarkan pelangi di ruang jiwa
nurani memekarkan senyum berbingkai tawa
antara tulus dan tidak ia coba dirangkai
tak sudi kupu kupu berbagi warna
karena melati tak seindah dulu
hanya pelataran luka berselubung dusta
yang mampu tertangkap ujung mata
mengapa takdir seolah menghujat kita?
padahal tlah kita biarkan ia berjalan
kita ajarkan ia menyusuri bebatuan
hingga akhirnya hilang dikegelapan
sungguh! asa dan kenyataan jarang bergandeng tangan...........
kemerlapnya menyebarkan pelangi di ruang jiwa
nurani memekarkan senyum berbingkai tawa
antara tulus dan tidak ia coba dirangkai
tak sudi kupu kupu berbagi warna
karena melati tak seindah dulu
hanya pelataran luka berselubung dusta
yang mampu tertangkap ujung mata
mengapa takdir seolah menghujat kita?
padahal tlah kita biarkan ia berjalan
kita ajarkan ia menyusuri bebatuan
hingga akhirnya hilang dikegelapan
sungguh! asa dan kenyataan jarang bergandeng tangan...........
pada tanyaku
sunyi seperti apa t'lah antarkan tidurku?
meninabobokan dengan sayap syurgawi
mengapa akhirnya tercecer serat penyesalan?
padahal angin t'lah meninggalkanmu
bersuaralah..................
menyerulah dalam muara tanyaku
sebab tak mampu lagi kugambar denga jari tangan wajahmu
pada akhirnya kesedihan akan membalutnya................
tetap saja pancang pada dermaga tak bergeming
menantang...................
dan pada tiang terendah, tertadah tangan memohon tanya............
apakah ini hukuman, Ya Robb?..................................................
meninabobokan dengan sayap syurgawi
mengapa akhirnya tercecer serat penyesalan?
padahal angin t'lah meninggalkanmu
bersuaralah..................
menyerulah dalam muara tanyaku
sebab tak mampu lagi kugambar denga jari tangan wajahmu
pada akhirnya kesedihan akan membalutnya................
tetap saja pancang pada dermaga tak bergeming
menantang...................
dan pada tiang terendah, tertadah tangan memohon tanya............
apakah ini hukuman, Ya Robb?..................................................
dengar tanyaku
apa yang merampas senyum dari lekuk bibirmu?
sehingga hanya sinis yang mampu terukir dari sana?
ataukah para malaikat tlah merampas perbendaharaan kata katamu
hingga hanya bisu yang kau tawarkan dalam diam
senja tlah begitu jauh meninggalkan kita
dan kini malam merambat menjadi kelambu kelabu
tak ada lagi senandung yang memujiku
karena Sang Pemuji tak sudi bersuara
lalu dalam bimbang kubentangkan tanya
pada mega dan bintang yang terdampar di cakrawala
apakah sekelip mata rasa itu berubah benci
atau memang hati jarang jujur pada luka?
perih yang tercipta dari hukuman ini
meski aku tak pernah bisa untuk menghujatmu
andai perasaan ini adalah suatu kesalahan
maka aku ingin malam melumatnya dalam kelam
sehingga hanya sinis yang mampu terukir dari sana?
ataukah para malaikat tlah merampas perbendaharaan kata katamu
hingga hanya bisu yang kau tawarkan dalam diam
senja tlah begitu jauh meninggalkan kita
dan kini malam merambat menjadi kelambu kelabu
tak ada lagi senandung yang memujiku
karena Sang Pemuji tak sudi bersuara
lalu dalam bimbang kubentangkan tanya
pada mega dan bintang yang terdampar di cakrawala
apakah sekelip mata rasa itu berubah benci
atau memang hati jarang jujur pada luka?
perih yang tercipta dari hukuman ini
meski aku tak pernah bisa untuk menghujatmu
andai perasaan ini adalah suatu kesalahan
maka aku ingin malam melumatnya dalam kelam
bicara hati
aku selalu ingin menyimpan luka ini
memendamnya dalam kendi lalu kusembunyikan dalam lumpur
biar kuhias dengan senyuman tawar
dan biarkan bayang senja tertegun mengejekku
aku tak pernah bisa mengatakan apa yang kurasa
pun tak tahu apa yang sesungguhnya ada di hatiku
karena menatapmu, melihat senyummu, membuat aku ingin menggenggam dunia
aku tak ingin berharap apapun darimu
biarkan saja asa yang ada mengalir dari gunung
lalu berhenti pada muara penantian yang tak sempurna
aku akan melihat dari ujung dermaga
dan melepas asa ini dalam airmata
akan kubiarkan hujan membunuh huruf huruf yang terluka
dan izinkan hatiku untuk membalut perihnya
dan pada akhirnya aku akan menaiki rakit bidadari
bersamanya kudekap sesak yang menghimpit di ujung kalbu
karena walau hanya sedikit yang ku mau
ku ingin lepas dari bayangmu...............
memendamnya dalam kendi lalu kusembunyikan dalam lumpur
biar kuhias dengan senyuman tawar
dan biarkan bayang senja tertegun mengejekku
aku tak pernah bisa mengatakan apa yang kurasa
pun tak tahu apa yang sesungguhnya ada di hatiku
karena menatapmu, melihat senyummu, membuat aku ingin menggenggam dunia
aku tak ingin berharap apapun darimu
biarkan saja asa yang ada mengalir dari gunung
lalu berhenti pada muara penantian yang tak sempurna
aku akan melihat dari ujung dermaga
dan melepas asa ini dalam airmata
akan kubiarkan hujan membunuh huruf huruf yang terluka
dan izinkan hatiku untuk membalut perihnya
dan pada akhirnya aku akan menaiki rakit bidadari
bersamanya kudekap sesak yang menghimpit di ujung kalbu
karena walau hanya sedikit yang ku mau
ku ingin lepas dari bayangmu...............
di sudut duka
aku berpijak pada pecahan kaca...........
mematung, memandang lukisan di sudut duka
ada yang terasa mengalir di antara perih lukaku
membuat aku gemetar dalam hangat senja
risalah tak berpihak padaku
pun tak sudi sekedar memayungiku dari gerimis petang ini
titis titis air menghunjamku, menenggelamkan dalam pusaran waktu
aku berpaling pada melati di sudut taman
bergoyang seirama angin yang berhembus pelan
tetap tenang, meski kelopaknya gugur satu persatu
membuatku tersedu
ini pilihan yang tak selalu indah
saat harus bertarung pada nurani dan kenyataan
duka siapa di sudut itu?
mungkin hanya ilalang yang tahu.............
mematung, memandang lukisan di sudut duka
ada yang terasa mengalir di antara perih lukaku
membuat aku gemetar dalam hangat senja
risalah tak berpihak padaku
pun tak sudi sekedar memayungiku dari gerimis petang ini
titis titis air menghunjamku, menenggelamkan dalam pusaran waktu
aku berpaling pada melati di sudut taman
bergoyang seirama angin yang berhembus pelan
tetap tenang, meski kelopaknya gugur satu persatu
membuatku tersedu
ini pilihan yang tak selalu indah
saat harus bertarung pada nurani dan kenyataan
duka siapa di sudut itu?
mungkin hanya ilalang yang tahu.............
Langganan:
Postingan (Atom)